Senin, 07 September 2020

MAHABARATA DRONA PARWA BAB IX

MAHABHARATA
DRONA PARVA BAB 9

PEMBUNUHAN ABHIMANYU

Abhimanyu ini melanjutkan penghancuran yang ia lakukan dalam Vyuha itu. Pasukan Kaurava telah kehilangan harapan untuk hidup dan melewati hari. Tidak mungkin memperkirakan kekalahan pada pasukan Kaurava. Abhimanyu
membabat mereka dengan cepat dan terus-menerus sehingga Duryodhana cukup kecewa. Rukmaratha, putra Salya, menantang Abhimanyu. Ia adalah seorang prajurit yang baik. Pertarungan ini sangat menarik untuk dilihat. Tetapi Abhimanyu membunuhnya. Putra Salya yang lain datang menghadapi Abhimanyu. Mereka semua dijauhkan dari medan perang karena mereka tidak sadarkan diri di kereta mereka, tidak mampu menahan panah-panah Abhimanyu. Siapapun yang datang untuk bertarung dengan Abhimanyu, harus melarikan diri atau mati.
Melihat keberaniannya, Drona, Asvatthama, Krpa, Brhadbala, Raja Kosala, Duryodhana, Radheya, Krtavarma dan Sakuni datang untuk bertarung dengannya. Laksana Kumara, putra Duryodhana, menantang Abhimanyu. Keduanya muda dan tampan. Keduanya adalah pejuang yang kuat, dan sebuah pertarungan yang luar biasa terjadi. Tetapi dalam waktu sesaat, di hadapan mata Duryodhana, Laksana Kumara dibunuh oleh Abhimanyu. Duryodhana sangat terkejut dan bersedih karena tragedi yang tiba-tiba ini. Ia berteriak: "Pendosa ini harus dibunuh". Setelah itulah tragedi yang kejam dan menakutkan terjadi. Enam pendekar tangguh ikut mengambil bagian dalam pertempuran.

Drona, Krpa, Asvatthama, Radheya, Brhadbala dan Krtavarma bersama-sama menyerang Abhimanyu. Ia bertarung dengan mereka semua, dan ia juga menyerang Jayadratha. Abhimanyu telah menyadari bahwa Pandava tidak bisa memasuki Vyuha bersamanya karena Jayadratha. Ia tidak tahu jalan keluar. Ia ingin menghancurkan seluruh Vyuha sehingga ia menghindari masalah itu. Tidak akan ada Vyuha lagi. Ia bertarung dengan gagah berani dengan Jayadratha. Jika Jayadratha tidak bisa dikalahkan, jalan itu sangat jelas bagi para ksatriya Pandava. Tetapi Jayadratha menghalangi jalan Abhimanyu dengan rentetan gajah-gajah dan pasukan yang sangat besar. Abhimanyu terlihat seperti matahari yang baru bersinar yang dikelilingi oleh awan hujan yang gelap. Ia sekarang bertarung
dengan gagah berani dengan keenam Maharathika. Mereka menyerangnya dengan senjata mereka, tetapi mereka semua dikalahkan. Abhimanyu mampu membuat mereka mundur. Mereka tidak mampu bertarung dengannya. Ia telah membunuh kuda-kuda mereka. Busur-busur mereka telah hilang, dan kereta mereka juga. Mereka mencoba dan mencoba lagi untuk menghadapi serangannya. Abhimanyu melukai Radheya dengan panah-panahnya yang menakutkan. la diserang oleh Asvatthama, Krpa dan Drona. Salya dan Brhadbala bergabung dengan orang-orang ini. Abhimanyu mengeluarkan panah yang tajam pada Brhadbala. Ia jatuh dan mati, jantungnya terkoyak oleh panah Abhimanyu. Tubuh Radheya dipenuhi dengan darah. Putra Dussasana datang untuk menantang Abhimanyu. Abhimanyu berkata: "Aku senang melihatmu menjadi seorang ksatriya yang lebih tangguh dari ayahmu. la melarikan diri dari pertarungan
itu. Engkau nampaknya lebih berani dari seorang pengecut”. Asvatthama datang menolong putra Dussasana.

Sakuni menemui Duryodhana dan berkata: "Tidak mungkin untuk
membunuh pemuda ini. Tidak mungkin menghentikan serangannya. Ia harus dibunuh. Mari kita bunuh dia bersama-sama". Radheya pergi menemui Drona dan berkata: "Putra Arjuna ingin membunuh kita semua. Cepatlah dan beritahu
kami bagaimana cara membunuhnya. Ia yang terbunuh atau kita semua akan mati. Aku berdiri disini karena tugasku adalah bersama dengan Raja Duryodhana. Atau aku akan pergi dari sini. Panah-panah Abhimanyu membakar seluruh tubuhku". Drona berkata: "Tidak ada seorangpun yang menyamai putra Arjuna.
Aku terluka oleh panah-panahnya, aku tidak bisa menahan diriku untuk memuji keterampilannya dan keberaniannya". Jika ia harus dibunuh, tamengnya harus
dihancurkan. Arjuna telah mengajarinya untuk memakai tameng yang tidak bisa tertembus. Itulah mengapa ia bisa bertahan dari panah-panah kita, ia tidak terkalahkan. Jika engkau ingin membunuhnya, engkau harus membunuh dua kusirnya, engkau harus menghancurkan keretanya, engkau harus merebut busurnya. Jika engkau bisa melakukan semua ini, mungkin, engkau mampu
membunuhnya. Biarlah aku melihat apakah engkau bisa melakukannya.
Potonglah benang busurnya ketika ia tidak melihat. Engkau bisa melakukannya jika engkau berhadapan dengannya". Droņa berhenti berkata dan Radheya pergi.

Tindakan yang paling kejam yang pernah ia lakukan dalam keseluruhan hidupnya kemudian dilakukan oleh Radheya. Ketika Abhimanyu yang masih anak-anak itu bertarung, Radheya mendekatinya. Ia berdiri di belakang Abhimanyu dan memotong busurnya dengan panah-panahnya. Ksatriya muda yang terkejut ini melihat ke belakang untuk melihat siapa yang mampu melakukan perbuatan yang pengecut. Drona pada saat itu juga membunuh kuda-kuda kereta Abhimanyu. Krpa membunuh dua kusir Abhimanyu. Yang lainnya
menyerangnya dengan panah-panahnya. Orang-orang ini adalah Krtavarma, Asvatthama dan putra Dussasana. Keenam Maharathika menyerang ksatriya
yang sendiri. Abhimanyu tidak memiliki kereta. Ia tidak memiliki busur. Pemuda yang tidak memiliki pertahanan ini diserang oleh enam ksatriya pada sisi Kaurava. Mata Abhimanyu merah karena marah dan senang. Ia melihat Drona
dan berkata: "Engkau adalah orang yang hebat. Engkau adalah pemimpin pasukan Kaurava. Engkau telah melakukan ketidakadilan ini padaku. Betapa beraninya engkau melakukan ini?" Abhimanyu mengalihkan pandangannya pada Radheya dan berkata: "Engkau menyebut dirimu sebagai murid Bhargava. Engkau berani berpikir engkau menyamai ayahku dalam hal perpanahan. Aku
berpikir bahwa dirimu paling tidak memiliki pikiran yang mulia. Pamanku mengatakan bahwa engkau adalah orang yang mulia: bahwa engkau adalah seorang ksatriya yang gagah berani. Jadi inilah semua kemuliaanmu! Engkau
adalah orang yang namanya dibicarakan oleh semua orang dengan penuh cinta dan hormat karena keberanianmu. Apakah ini semua keberanianmu? Mengapa
bumi tidak terbelah dan menelanmu? Bagaimana ia tahan dengan rasa malu melihat orang yang seperti dirimu?"

Abhimanyu tidak memiliki waktu untuk berpikir. Ia mengambil
pedangnya dan tamengnya dan meloncat dari keretanya. Ia meloncat kehadapan mereka dengan maksud untuk membunuh mereka. Drona melihatnya dan kemarahannya. Dengan panah-panahnya yang tajam ia memotong gagang pedangnya. Radheya menembakkan panah-panahnya pada tameng Abhimanyu dan menghancurkannya berkeping-keping. Abhimanyu yang masih muda sekarang tanpa busur: tanpa kereta; tanpa pedang: tanpa tameng. Ia benar-benar tidak memiliki pertahanan dan benar-benar bergantung pada kemurahan hati enam orang yang berniat untuk membunuhnya.

Sesaat Abhimanyu memikirkan ayahnya. Ia menyesalkan satu hal. Ia tidak akan dapat melihat kebanggaan di mata ayahnya ketika ia mendengar tentang keberhasilannya. Ia memikirkan tentang ibunya, Subhadra yang cantik. Ia sangat sedih. Ia tahu bahwa hatinya akan sedih. Ia memikirkan tentang Krishna. Hanya
nasibnya yang buruk hingga ia tidak bisa melihat ayahnya dan pamannya sebelum mati. Yudhisthira dan Bhima terbayang dalam benaknya. Paman-pamannya yang malang, mereka berusaha sebaik mungkin untuk melindunginya. Tetapi mereka tidak bisa. Jayadratha menghadang jalan mereka. Ya, Jayadratha. Ayahnya akan membunuh Jayadratha ketika ia tahu mengenai hal ini. Yudhisthira akan terkejut dengan kejahatan yang telah dilakukan di medan Kuruksetra. Tetapi kemudian, ketika waktunya telah tiba, kematiannya akan terbalaskan. Keenam ksatriya ini akan menyesali kepengecutan mereka yang menyerangnya beramai-ramai. 

Abhimanyu tidak berdaya. la segera menuju ke keretanya dan mengambil roda keretanya dengan dua tangannya. la memutarnya diatas kepalanya. Dengan tubuhnya yang penuh dengan panah musuh-musuhnya, dengan tubuhnya yang bermandikan darah, dengan wajah yang bersinar dengan kemarahan yang bercampur dengan rasa senang dan bangga, ksatriya muda ini berdiri disana di tengah-tengah dengan roda keretanya ditangannya, terlihat seperti Sri Visnu. la berkata: "Bahkan sekarang belum terlambat. Aku memberimu kesempatan mendapatkan kembali kehormatanmu. Kemarilah dan bertarunglah denganku. Kemarilah satu-persatu. Aku akan bertarung dengan kalian. Kemarilah". Bahkan
saat berkata seperti ini, Abhimanyu mendekati Drona. la terlihat seperti Sri Visnu sendiri, dengan roda ditangannya. Rambutnya melambai ditiup angın. Wajahnya menyinarkan cahaya surgawi. la nampak begitu menakjubkan ketika ia berdiri disana, dengan senyuman di bibirnya, dengan roda yang terangkat. Bahkan sebelum ia bisa melemparkan roda itu pada Drona, keenam ksatriya itu menghancurkan roda itu menjadi berkeping-keping. Abhimanyu mengambil gada. Ia berkata sekali lagi: "Kemarilah satu-persatu; ya satu-persatu. Aku bisa bertarung dengan kalian semua jika engkau datang satu-persatu". Kata-katanya tidak didengarkan. Abhimanyu segera mendekati Asvatthama. Asvatthama takut melihat Abhimanyu yang maju ke depan seperti Dewa kematian. Ia segera menuju kereta Dussasana. Ia menghancurkan keretanya. Putra Dussasana melompat menuju Abhimanyu dengan gadanya yang terangkat. Keduanya terlibat dalam pertarungan untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Abhimanyu telah benar-benar lelah dengan pertarungan yang sangat
dahsyat hari itu. la tidak memikirkannya. la bertarung dengan sekuat tenaga. Masing-masing ingin membunuh lawannya. Ketika ia melihat Abhimanyu terjatuh, putra Dussasana segera mendekatinya. Abhimanyu sadar dari pingsannya. la akan segera bangkit. Kemudian putra Dussasana mengangkat
gadanya dan memukulkannya pada kepala Abhimanyu. Abhimanyu jatuh lagi, tidak mampu menahan kekuatan pukulan itu. la jatuh, tidak pernah bangkit lagi. Abhimanyu terbunuh. Abhimanyu dibunuh dengan cara yang licik oleh para ksatriya pemberani yang berada di sisi Kaurava. Enam ksatriya yang pemberani telah berani melakukan kejahatan yang sangat keji ini di medan perang yang suci Kuruksetra. Drona, pemimpin pasukan Kaurava telah terbukti sama berdosanya dan sama liciknya seperti raja, untuk siapa mereka bertarung. Putra Drona, Asvatthama, putra yang terlahir dengan berkah Sankara, juga merupakan bagian dari enam pembunuh anak itu.

Ini adalah sebuah kejahatan, kejahatan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Putra Arjuna yang tampan terbaring mati, dan orang-orang ini menari disekeliling mayat ksatriya ini seperti binatang, seperti binatang liar tanpa perasaan. Tidak. Seekor binatang mungkin akan lebih bersimpatik. Mereka adalah monster-monster. Abhimanyu dibunuh oleh enam ksatriya hebat yang berada pada pihak Kaurava.

Ia telah mengobrak-abrik pasukan Kaurava seperti ikan paus yang mengaduk lautan. Mereka melihatnya saat ia berbaring di medan perang, dengan wajahnya yang tampan seperti bulan di bukit bagian Timur, dengan mata
teratainya yang tertutup, dengan tubuhnya yang dipenuhi dengan panah-panah yang telah ditembakkan padanya. Ada kesenangan dalam hati mereka. Mereka berteriak dengan senang hati. Pihak lain menangis dan semua pasukan dipenuhi dengan suara tangisan peperangan: tangisan kemenangan. Tangisan ini membuat hati Yudhisthira dan Bhima takut. Mereka seketika itu juga tahu bahwa Abhimanyu telah terbunuh. Bayangan pemuda itu yang berdiri di keretanya, tersenyum pada mereka, membuat Yudhisthira tidak sadarkan diri. Mereka tidak siap dengan malapetaka ini. Dengan tidak adanya Arjuna dan Krishna, ketidakadilan telah terjadi, dan Pandava tidak tahu apa yang harus mereka katakan pada Arjuna ketika ia kembali dari pertempuran melawan Trigarta. Matahari telah terbenam. Kaurava telah kembali ke perkemahan mereka dengan senang hati atas kematian Abhimanyu, dan perkemahan Pandava tenggelam dalam kekecewaan yang paling
menyedihkan.

"Ditulis Ulang Oleh: Kamala Subramaniam"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar