Selasa, 08 September 2020

MAHABARATA DRONA PARWA BAB X

MAHABHARATA
DRONA PARVA BAB 10

SUMPAH ARJUNA

Yudhisthira duduk di tanah dengan matanya yang mengucurkan air mata. la berkata: "Anak itu pergi ke medan perang dengan kata-kata: "Jangan takut. Aku pasti akan menerobos Vyuha itu. Jika aku terperangkap di dalamnya, aku tidak akan bisa keluar lagi. Itulah yang membuat aku khawatir." Aku meyakinkannya bahwa aku akan melindunginya. Apa gunanya hidupku jika aku tidak bisa menepati janji? Aku mengutusnya untuk menemui kematiannya.
Bunuhlah aku, kalian semua, sebelum Arjuna datang dan bertanya padaku, "Mengapa engkau membunuh anakku?" anakku dikalahkan oleh mereka: Krpa, Salya, Duryodhana, Drona, Asvatthama, dan banyak yang lainnya. Mereka semua tidak mampu melawan anakku Abhimanyu. Ksatriya ini dibunuh dengan cara licik yang tidak terbayangkan sebelumnya. Apa yang bisa aku katakan pada
Arjuna ketika ia kembali? Apa yang bisa aku katakan pada Krishna. Dan aku telah melakukan semua ini pada mereka! Aku membuat anak itu menemui kematiannya. Karena keinginanku untuk memenangkan perang ini, aku membunuh anakku. Tidak akan ada yang bisa membuat aku melupakan hal ini. Aku telah membunuhnya! Aku membunuh Abhimanyu!". Yudhisthira tidak
sadarkan diri.

Arjuna akhirnya mengalahkan para Samsaptaka. Matahari telah terbenam, dan kereta Arjuna telah kembali ke perkemahan Pandava. Pertanda-pertanda yang baik tidak menunjukkan hal yang baik. Arjuna nampak bingung. Ia berbicara pada Krishna mengenai beberapa hal yang telah terjadi hari ini di medan perang. Tetapi pikirannya terganggu oleh beberapa pertanda buruk. Tenggorokannya menjadi kering. Ia berkata: "Krishna, pikiranku telah menggangguku. Aku merasa seakan-akan semua anggota tubuhku terasa panas. Aku sebelumnya tidak pernah merasa lelah karena berperang. Tetapi hari ini aku merasa sangat lelah. Pertanda-pertanda buruk ini telah membuat aku takut. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku berharap tidak terjadi apa-apa pada saudara-saudaraku." Krishna berkata: "Aku yakin tidak terjadi apa-apa pada saudara-saudaramu. Tidak terjadi apapun pada mereka. Ketakutanmu sebenarnya tidak perlu. Hilangkanlah kegelisahanmu dan berbahagialah dengan memikirkan bahwa Trigarta telah dikalahkan. Mereka tidak akan menantangmu lagi. Tidak ada seorangpun yang dapat mengalihkan perhatianmu dari medan perang mulai saat ini."

Mereka sampai di perkemahan. Kesunyian menyambut Arjuna. Sangat sepi, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia berkata: "Krishna, apa ini? Nampaknya tidak ada apa-apa disini. Setiap hari, musik dapat di dengar dari Vina yang dimainkan. Kita akan selalu mendengar terompet dan alat perang yang lain mengumumkan kemenangan kita. Tetapi hari ini nampaknya tidak ada yang hidup. Lihatlah semua prajurit itu, Krishna. Tidak ada seorangpun yang
menyambutku. Mereka semua menghindari aku. Apa yang telah aku lakukan sehingga aku mendapatkan hal ini? Mereka tidak berani menatap mataku. Tidak
ada seorangpun yang ada disini, tidak seorangpun, orang-orangku sendiri. Saudara-saudaraku tidak menunggu kedatanganku. Aku berharap tidak terjadi apapun pada Virata dan Drupada. Aku tidak melihat Abhimanyuku atau putra-putra Draupadi. Abhimanyuku biasanya menyambutku dengan senyuman yang menawan."

Mereka pergi ke tenda Yudhisthira. Disana mereka melihat semuanya duduk dengan sedih. Arjuna tidak mengerti hal itu. Ia melihat Yudhisthira. Yudhisthira menundukkan kepalanya dan mengusap matanya dengan tangannya. Bhima juga terlihat lemas dan sedih. Arjuna tidak pernah melihatnya seperti itu. Bhima bangkit untuk memberi salam pada Arjuna dan ia terkulai di lantai, wajahnya sangat sedih. Nakula menatap tanah. Tidak ada seorangpun yang melihat Arjuna. Ini menakutkan. Arjuna melihat semua orang disana, yang duduk
dalam kesedihan. Tidak ada lampu yang dinyalakan. Arjuna mencari dan terus mencari. Ia tidak melihat Abhimanyu dimanapun. la berkata pada mereka semua: "Wajah kalian semua nampak pucat dan sedih. Aku tidak berani menebak apa
yang telah terjadi. Aku tidak melihat anakku yang tersayang Abhimanyu. Ia akan selalu menyambutku begitu aku datang. la tidak ada disini. Dimanakah dia? Tidak ada seorangpun yang menjawabnya. Hanya tangisan Yudhisthira yang memecah kesunyian.

Arjuna mencoba untuk menebak kebenaran. la berkata: Aku telah
diberitahu bahwa Drona telah mengatur pasukannya dalam formasi Padmavyuha yang mengerikan. Jangan katakan bahwa kalian telah mengutus anakku ke dalam perangkap itu!". Tidak ada seorangpun yang berbicara. Arjuna melanjutkan berbicara. "Tidak seorangpun yang dapat memasuki Vyuha itu terkecuali anakku. Aku telah mengajarinya cara untuk memasuki Vyuha itu. Tetapi aku tidak
mengajarinya bagaimana cara untuk keluar dari Vyuha itu. Apakah kalian telah mengutusnya ke dalam Padmavyuha?" la berhenti berbicara meminta jawaban. Tidak ada seorangpun yang berbicara. ARJUNA TAHU. Ia mengarahkan
pandangannya yang menakutkan pada mereka semua. Mereka takut melihatnya.

Yudhisthira datang padanya dan berkata: "Jangan berkata lagi, Arjuna. Bunuhlah aku dahulu. Engkau bisa berbicara setelah itu. Pertama bunuhlah aku yang telah membunuh anakmu. Hanya dengan cara seperti itu engkau dapat membalaskan dendam Abhimanyu. Aku telah membunuh Abhimanyu. Ya, Aku telah membunuh Abhimanyu." Lagi ia tidak sadarkan diri. Arjuna terlalu terhenyak untuk bisa berbicara. la tidak bisa membayangkan Abhimanyu telah
mati. Krishna tidak bisa berdiri. la duduk di lantai di dekat Bhima. Matanya dipenuhi dengan air mata. Tetapi melihat kesedihan yang mendalam di mata Bhima, ia mengambil tangan Bhima dan meremasnya dengan halus menunjukkan simpatinya walau ia diam. Bhima terpuruk. Arjuna tidak sadarkan diri. Ia bangkit dan berkata: "Katakan padaku, siapapun, bagaimana ini terjadi? Bagaimana ia mati? Bagaimana bisa ia mati? Ia belum diajarkan cara untuk keluar dari Padmavyuha itu. la pasti telah memberitahumu tentang itu. Jika ia terperangkap di dalamnya, pastilah ia akan mati. Orang yang mana, yang didukung oleh nasib, telah berani membunuh putraku? Bagaimana ia bisa memiliki keberanian untuk menyentuh putraku. Bagaimana aku bisa hidup setelah ini? la sangat pemberani. la tidak akan pernah menyerang terlebih dahulu dalam pertempuran. Ia adalah seorang pemuda yang berani. Bagaimana seseorang tega membunuhnya? Aku tidak percaya dengan semua ini." Arjuna menangisi kematian Abhimanyu untuk waktu yang lama. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Yudhisthira dan berkata: "Bagaimana engkau bisa melakukannya? Mengapa engkau mengijinkan ia masuk ke dalam Padmavyuha tanpa menolongnya? Engkau ada disana, dan Dhrstadyumna, Nakula dan Satyaki dan Sahadeva. Bagaimana ini semua bisa terjadi? Aku tidak bisa mengerti bagaimana seseorang bisa membunuh Abhimanyu. Ia sangat sulit untuk dikalahkan. Katakan padaku siapa
pelakunya." Ia tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Ia berkata: "Aku yakin pasti telah terjadi permainan yang curang. Atau kalau tidak Abhimanyu
tidak bisa dibunuh. Aku yakin akan hal itu. Aku yakin akan hal itu." Ia
menghempaskan busur dan panah-panahnya. la jatuh tidak sadarkan diri. Ia sadar kembali.

Krishna mengambil tangannya, dan berkata: "Arjuna, jangan bersedih.
Abhimanyu mati sebagai seorang ksatriya. Ia tewas sehingga yang lainnya hidup. Ia telah mendapatkan surga. Ini adalah kematian yang paling pantas untuk
Abhimanyu. Lihatlah saudara-saudaramu Arjuna. Mereka tenggelam dalam kesedihan. Kuserahkan padamu untuk menghibur mereka. Mereka patah semangat karena kesedihan dan penyesalan diri. Engkau tidak bisa membayangkan bagaimana mereka sangat menderita hari ini. Abhimanyu adalah putra kita yang tercinta. Ingatlah hal itu, temanku."

Arjuna langsung mendekati Bhima. Ia bersujud di kaki Yudhisthira dan Bhima, dan air mata mereka sekarang menyatu. Arjuna berkata pada Yudhisthira: "Dalam kesedihanku, aku tidak memikirkan perasaanmu. Maafkanlah aku,
kakak. Bhima, aku minta maaf karena aku telah lupa diri. Aku mengerti apa arti semua ini bagimu. Aku bisa menenangkan diriku. Aku merasa bahwa aku lebih
kuat sekarang untuk mendengarkan cerita selengkapnya tentang kematiannya. Nakula, Sahadeva, Satyaki, kalian semua katakan padaku bagaimana ini bisa terjadi. Dhrstadyumna, sahabatku, katakan padaku nama orang bodoh yang telah berani melakukan ini pada kami. Yudhisthira, kakak, pikiranku sekarang sudah cukup kuat." Arjuna terkulai lagi. Ia berkata: "Hatiku mungkin terbuat dari batu. Kalau tidak hatiku itu pasti sudah hancur berkeping-keping ketika aku mendengar Abhimanyu tewas. Ia telah mati dan aku masih hidup."

Yudhisthira menyuruh Arjuna untuk duduk, dan berkata: "Arjuna, aku
akan memberitahumu tentang segala hal yang menyebabkan kematian permata Pandava, milikmu yang paling engkau sayangi. Aku akan memberitahumu. Trigarta datang dan membawamu pergi. Setelah itu, Drona mengatur pasukannya dalam Padmavyuha. Kami telah mengatur siasat, dan pertarungan di mulai. Sangat sulit untuk menahan serangan mereka. Vyuha ini sangat menakutkan. Kami
tidak bisa melakukan apa-apa, benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa. Vyuha itu seperti benteng yang tidak mempan dengan semua kemampuan yang kami miliki. Pasukan kami dikalahkan dan sementara itu Drona hanya berdiri di luar Vyuha itu, dengan kepuasan yang terlihat di wajahnya. Aku tahu bahwa pasukan kami akan benar-benar dihancurkan sebelum malam tiba. Aku tidak tahan melihat pasukan kita yang tidak berdosa dibunuh dengan sangat kejam seperti itu. Arjuna, aku menemui Abhimanyu dan bertanya padanya apakah ia bisa menerobos Vyuha itu untuk kami. Ia sangat senang. Ia berkata: "Jangan takut, paman. Aku pasti akan menghancurkan Vyuha itu. Ayahku telah mengajariku. Jika aku bisa melakukan pelayanan ini pada Pandava yang agung, aku akan sangat bangga. Tetapi aku hanya mengetahui setengah tentang Vyuha itu. Aku tahu bagaimana cara memasukinya. Tetapi ayahku tidak mengajariku untuk keluar dari Vyuha itu. Ayahku telah mengajariku bahwa Vyuha itu akan menutup setelah seseorang memasukinya. Jika aku terperangkap di dalamnya, jika bahaya menghadangku, aku tidak akan mampu untuk keluar dari Vyuha itu. Itulah yang membuatku khawatir".

Saat itu, suara Yudhisthira terdiam. Ia tidak bisa menjelaskan kata-katanya. Bhima berkata: "Ya, Arjuna, anak itu berkata bahwa ia
tidak bisa keluar dari Vyuha itu. Tetapi kami semua meyakinkannya bahwa kami akan menangani itu semua. Aku meyakinkannya bahwa kami semua akan bersamanya dan ketika Vyuha itu terbuka, maka kemudian ia akan membukanya. Kami semua ada disini: Yudhisthira, aku sendiri, Nakula, Sahadeva,
Dhrstadyumna, Satyaki, Draupadi, Virata, Kekaya bersaudara, putra-putra Draupadi dan banyak yang lainnya. Pemuda itu mengambil tugas berat ini di pundaknya. Terakhir kami melihatnya ketika ia berdiri di keretanya dan menoleh ke belakang pada kami dengan senyuman manis yang menawan yang terpancar di wajahnya. Itulah terakhir kalinya kami melihatnya." Bhima tidak bisa berkata-kata lagi. Ia menangis di dada Arjuna.

Lagi Yudhisthira mengambil alih cerita itu. la berkata: "Kami mengikutinya dengan kereta kami. Kami melihatnya memasuki Vyuha itu. Kami di belakangnya. Kami bisa saja memasuki Vyuha itu dengan mudah. Kami melihat celahnya. Ketika kami akan masuk, Jayadratha datang dan berdiri di depan kami. Aku berpikir akan mudah mengalahkannya. Kami melihat Abhimanyu menerobos barisan pasukan seperti meteor. Kami yakin sekali kami bisa bergabung dengannya. Tetapi kemudian kelopak bunga formasi teratai itu tertutup sekali lagi. Jayadratha menghalangi jalan kami, dan kami tidak bisa masuk. Kami melihat Abhimanyu terperangkap dalam Vyuha itu, dan kami semua, mencoba sekuat tenaga untuk mengalahkan Jayadratha. Sendiri, ia mampu menghalangi kami. Kami mendengar serangan Abhimanyu dengan teriakan keputusasaan yang terdengar dari pasukan Kaurava. Ia membuat kekacauan. Tetapi pada akhirnya ia tewas. Abhimanyu tewas." Yudhisthira menghentikannya. la tidak bisa mengatakan pada Arjuna tentang pembunuhan putranya.

Sahadeva sekarang mendekati Arjuna. Ia berkata: "Kakak, persiapkanlah dirimu untuk mendengar kejahatan yang paling besar yang telah dilakukan di medan perang Kuruksetra. Putramu dikepung oleh enam MAHARATHIKA : Drona, Krpa, Radheya, Asvatthama, Krtavarma dan putra Dussasana. Keenam orang itu mengepungnya. Radheya memotong busurnya dari belakang: Drona membunuh kuda-kudanya: Krpa membunuh kusir-kusirnya. Putra Dussasana membunuh Abhimanyu. Ya, Arjuna, mereka semua membunuh anak itu di depan kami. Kami melihatnya, dan kami tidak bisa melakukan apa-apa. Engkau bisa membunuh kami sesukamu. Kami semua telah membunuh Abhimanyu." Sahadeva dipenuhi dengan kesedihan.

Mereka semua diam, melihat Arjuna dan kemarahannya yang semakin bertambah. Arjuna jatuh tidak sadarkan diri. Mereka mendekatinya dan menyadarkannya kembali dengan air wangi-wangian. Arjuna sadar. Tubuhnya bergetar karena amarah. la bergetar seperti terserang demam yang tinggi. Ia bangkit
berdiri dan berkata: "Aku berjanji pada kalian, aku akan membunuh Jayadratha besok. Bahkan kalaupun ia datang padaku dan pada Krishna atau pada Yudhisthira untuk meminta perlindungan, aku akan membunuhnya. Bahkan kalaupun ia dijaga oleh putra-putra Dhrtarastra, bahkan kalaupun ia dijaga oleh Sankara sendiri, aku akan membunuhnya. Akulah yang menjadi orang yang membunuhnya besok. Jika aku tidak membunuhnya, biarlah aku kehilangan amal baik yang telah aku dapatkan selama ini. Biarlah aku pergi ke neraka yang diperuntukkan bagi pendosa yang paling berdosa. Dengarkanlah sumpahku. Aku bersumpah, atas nama api dan atas nama Gandivaku yang tersayang, bahwa aku akan membunuh Jayadratha besok. Aku akan melakukannya besok sebelum matahari tenggelam. Tidak ada seorangpun yang bisa mencegahku melakukan semua ini. Jayadratha akan mati besok. Jika aku tidak membunuhnya, aku berjanji bahwa
aku akan melompat ke dalam api yang berkobar dengan Gandiva ditanganku."

Arjuna menarik busurnya. Suara yang berdesing terdengar di keempat penjuru arah. Krishna segera mengambil Pancajanya dan meniupnya dengan keras. Suara yang menakutkan memenuhi angkasa. Bumi bergetar ketika suara terompet kerang Krishna menyatu dengan getaran dari dawai Gandiva. Perkemahan Pandava
sekarang semarak lagi. Bayangan bahwa Jayadratha akan dibunuh oleh Arjuna membuat mereka berbesar hati. Pandava telah menghempaskan selubung duka mereka. Bhima sangat bahagia. Suaranya menjadi parau karena emosi dalam hatinya. Ia melihat Arjuna dan berkata: "Bahkan saat ini para musuh akan mendengar suara busurmu dan suara musik Pancajanya. Mereka pasti sudah ketakutan. Aku bangga padamu. Aku tahu bahwa engkau pasti melakukan apa yang telah engkau sumpahkan."

Kesedihan terangkat dari hati saudara-saudara Arjuna. Mereka merasa kematian Abhimanyu akan terbalaskan. Mereka tahu bahwa keenam pembunuhnya akan dihukum oleh Arjuna karena kejahatan mereka yang tidak
manusiawi. Keadilan akan ditegakkan. Hanya masalah hari sebelum mereka semua terbunuh. Mereka semua mencoba untuk melupakan kematian Abhimanyu
karena keinginan mereka untuk balas dendam. Tetapi mereka tidak bisa berhenti memikirkan Abhimanyu. Mereka tidak bisa menghapus kenangan Abhimanyu
ketika mereka melihatnya untuk terakhir kalinya: berdiri di dalam keretanya dan tersenyum pada mereka semua sebelum ia memasuki Padmavyuha yang
menakutkan itu.

Semua orang yang berada di perkemahan Pandava, dari Yudhisthira sampai pada prajurit-prajurit bawahan, sangat berduka akan kematian Abhimanyu. Tidak ada seorangpun yang tidur dalam perkemahan malam itu. Bersama dengan duka atas kematian Abhimanyu, kekhawatiran baru telah memasuki pikiran mereka. Kekhawatiran itu adalah sumpah Arjuna. Semua orang berpikir: "Dalam kedukaannya atas kematian putranya, Arjuna telah bersumpah untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Semoga Tuhan menganugerahinya keberhasilan dalam pertarungan besok! Semoga ia kembali ke perkemahan dengan kemenangan! Kami akan mempertaruhkan semua punya yang telah kami dapatkan selama ini. Tuhan, semoga sumpahnya menjadi kenyataan! Semoga Arjuna kembali dengan kemenangan dari medan perang!" Begitulah doa semua orang dalam
perkemahan Pandava.

"Ditulis Ulang Oleh: Kamala Subramaniam"

Senin, 07 September 2020

MAHABARATA DRONA PARWA BAB IX

MAHABHARATA
DRONA PARVA BAB 9

PEMBUNUHAN ABHIMANYU

Abhimanyu ini melanjutkan penghancuran yang ia lakukan dalam Vyuha itu. Pasukan Kaurava telah kehilangan harapan untuk hidup dan melewati hari. Tidak mungkin memperkirakan kekalahan pada pasukan Kaurava. Abhimanyu
membabat mereka dengan cepat dan terus-menerus sehingga Duryodhana cukup kecewa. Rukmaratha, putra Salya, menantang Abhimanyu. Ia adalah seorang prajurit yang baik. Pertarungan ini sangat menarik untuk dilihat. Tetapi Abhimanyu membunuhnya. Putra Salya yang lain datang menghadapi Abhimanyu. Mereka semua dijauhkan dari medan perang karena mereka tidak sadarkan diri di kereta mereka, tidak mampu menahan panah-panah Abhimanyu. Siapapun yang datang untuk bertarung dengan Abhimanyu, harus melarikan diri atau mati.
Melihat keberaniannya, Drona, Asvatthama, Krpa, Brhadbala, Raja Kosala, Duryodhana, Radheya, Krtavarma dan Sakuni datang untuk bertarung dengannya. Laksana Kumara, putra Duryodhana, menantang Abhimanyu. Keduanya muda dan tampan. Keduanya adalah pejuang yang kuat, dan sebuah pertarungan yang luar biasa terjadi. Tetapi dalam waktu sesaat, di hadapan mata Duryodhana, Laksana Kumara dibunuh oleh Abhimanyu. Duryodhana sangat terkejut dan bersedih karena tragedi yang tiba-tiba ini. Ia berteriak: "Pendosa ini harus dibunuh". Setelah itulah tragedi yang kejam dan menakutkan terjadi. Enam pendekar tangguh ikut mengambil bagian dalam pertempuran.

Drona, Krpa, Asvatthama, Radheya, Brhadbala dan Krtavarma bersama-sama menyerang Abhimanyu. Ia bertarung dengan mereka semua, dan ia juga menyerang Jayadratha. Abhimanyu telah menyadari bahwa Pandava tidak bisa memasuki Vyuha bersamanya karena Jayadratha. Ia tidak tahu jalan keluar. Ia ingin menghancurkan seluruh Vyuha sehingga ia menghindari masalah itu. Tidak akan ada Vyuha lagi. Ia bertarung dengan gagah berani dengan Jayadratha. Jika Jayadratha tidak bisa dikalahkan, jalan itu sangat jelas bagi para ksatriya Pandava. Tetapi Jayadratha menghalangi jalan Abhimanyu dengan rentetan gajah-gajah dan pasukan yang sangat besar. Abhimanyu terlihat seperti matahari yang baru bersinar yang dikelilingi oleh awan hujan yang gelap. Ia sekarang bertarung
dengan gagah berani dengan keenam Maharathika. Mereka menyerangnya dengan senjata mereka, tetapi mereka semua dikalahkan. Abhimanyu mampu membuat mereka mundur. Mereka tidak mampu bertarung dengannya. Ia telah membunuh kuda-kuda mereka. Busur-busur mereka telah hilang, dan kereta mereka juga. Mereka mencoba dan mencoba lagi untuk menghadapi serangannya. Abhimanyu melukai Radheya dengan panah-panahnya yang menakutkan. la diserang oleh Asvatthama, Krpa dan Drona. Salya dan Brhadbala bergabung dengan orang-orang ini. Abhimanyu mengeluarkan panah yang tajam pada Brhadbala. Ia jatuh dan mati, jantungnya terkoyak oleh panah Abhimanyu. Tubuh Radheya dipenuhi dengan darah. Putra Dussasana datang untuk menantang Abhimanyu. Abhimanyu berkata: "Aku senang melihatmu menjadi seorang ksatriya yang lebih tangguh dari ayahmu. la melarikan diri dari pertarungan
itu. Engkau nampaknya lebih berani dari seorang pengecut”. Asvatthama datang menolong putra Dussasana.

Sakuni menemui Duryodhana dan berkata: "Tidak mungkin untuk
membunuh pemuda ini. Tidak mungkin menghentikan serangannya. Ia harus dibunuh. Mari kita bunuh dia bersama-sama". Radheya pergi menemui Drona dan berkata: "Putra Arjuna ingin membunuh kita semua. Cepatlah dan beritahu
kami bagaimana cara membunuhnya. Ia yang terbunuh atau kita semua akan mati. Aku berdiri disini karena tugasku adalah bersama dengan Raja Duryodhana. Atau aku akan pergi dari sini. Panah-panah Abhimanyu membakar seluruh tubuhku". Drona berkata: "Tidak ada seorangpun yang menyamai putra Arjuna.
Aku terluka oleh panah-panahnya, aku tidak bisa menahan diriku untuk memuji keterampilannya dan keberaniannya". Jika ia harus dibunuh, tamengnya harus
dihancurkan. Arjuna telah mengajarinya untuk memakai tameng yang tidak bisa tertembus. Itulah mengapa ia bisa bertahan dari panah-panah kita, ia tidak terkalahkan. Jika engkau ingin membunuhnya, engkau harus membunuh dua kusirnya, engkau harus menghancurkan keretanya, engkau harus merebut busurnya. Jika engkau bisa melakukan semua ini, mungkin, engkau mampu
membunuhnya. Biarlah aku melihat apakah engkau bisa melakukannya.
Potonglah benang busurnya ketika ia tidak melihat. Engkau bisa melakukannya jika engkau berhadapan dengannya". Droņa berhenti berkata dan Radheya pergi.

Tindakan yang paling kejam yang pernah ia lakukan dalam keseluruhan hidupnya kemudian dilakukan oleh Radheya. Ketika Abhimanyu yang masih anak-anak itu bertarung, Radheya mendekatinya. Ia berdiri di belakang Abhimanyu dan memotong busurnya dengan panah-panahnya. Ksatriya muda yang terkejut ini melihat ke belakang untuk melihat siapa yang mampu melakukan perbuatan yang pengecut. Drona pada saat itu juga membunuh kuda-kuda kereta Abhimanyu. Krpa membunuh dua kusir Abhimanyu. Yang lainnya
menyerangnya dengan panah-panahnya. Orang-orang ini adalah Krtavarma, Asvatthama dan putra Dussasana. Keenam Maharathika menyerang ksatriya
yang sendiri. Abhimanyu tidak memiliki kereta. Ia tidak memiliki busur. Pemuda yang tidak memiliki pertahanan ini diserang oleh enam ksatriya pada sisi Kaurava. Mata Abhimanyu merah karena marah dan senang. Ia melihat Drona
dan berkata: "Engkau adalah orang yang hebat. Engkau adalah pemimpin pasukan Kaurava. Engkau telah melakukan ketidakadilan ini padaku. Betapa beraninya engkau melakukan ini?" Abhimanyu mengalihkan pandangannya pada Radheya dan berkata: "Engkau menyebut dirimu sebagai murid Bhargava. Engkau berani berpikir engkau menyamai ayahku dalam hal perpanahan. Aku
berpikir bahwa dirimu paling tidak memiliki pikiran yang mulia. Pamanku mengatakan bahwa engkau adalah orang yang mulia: bahwa engkau adalah seorang ksatriya yang gagah berani. Jadi inilah semua kemuliaanmu! Engkau
adalah orang yang namanya dibicarakan oleh semua orang dengan penuh cinta dan hormat karena keberanianmu. Apakah ini semua keberanianmu? Mengapa
bumi tidak terbelah dan menelanmu? Bagaimana ia tahan dengan rasa malu melihat orang yang seperti dirimu?"

Abhimanyu tidak memiliki waktu untuk berpikir. Ia mengambil
pedangnya dan tamengnya dan meloncat dari keretanya. Ia meloncat kehadapan mereka dengan maksud untuk membunuh mereka. Drona melihatnya dan kemarahannya. Dengan panah-panahnya yang tajam ia memotong gagang pedangnya. Radheya menembakkan panah-panahnya pada tameng Abhimanyu dan menghancurkannya berkeping-keping. Abhimanyu yang masih muda sekarang tanpa busur: tanpa kereta; tanpa pedang: tanpa tameng. Ia benar-benar tidak memiliki pertahanan dan benar-benar bergantung pada kemurahan hati enam orang yang berniat untuk membunuhnya.

Sesaat Abhimanyu memikirkan ayahnya. Ia menyesalkan satu hal. Ia tidak akan dapat melihat kebanggaan di mata ayahnya ketika ia mendengar tentang keberhasilannya. Ia memikirkan tentang ibunya, Subhadra yang cantik. Ia sangat sedih. Ia tahu bahwa hatinya akan sedih. Ia memikirkan tentang Krishna. Hanya
nasibnya yang buruk hingga ia tidak bisa melihat ayahnya dan pamannya sebelum mati. Yudhisthira dan Bhima terbayang dalam benaknya. Paman-pamannya yang malang, mereka berusaha sebaik mungkin untuk melindunginya. Tetapi mereka tidak bisa. Jayadratha menghadang jalan mereka. Ya, Jayadratha. Ayahnya akan membunuh Jayadratha ketika ia tahu mengenai hal ini. Yudhisthira akan terkejut dengan kejahatan yang telah dilakukan di medan Kuruksetra. Tetapi kemudian, ketika waktunya telah tiba, kematiannya akan terbalaskan. Keenam ksatriya ini akan menyesali kepengecutan mereka yang menyerangnya beramai-ramai. 

Abhimanyu tidak berdaya. la segera menuju ke keretanya dan mengambil roda keretanya dengan dua tangannya. la memutarnya diatas kepalanya. Dengan tubuhnya yang penuh dengan panah musuh-musuhnya, dengan tubuhnya yang bermandikan darah, dengan wajah yang bersinar dengan kemarahan yang bercampur dengan rasa senang dan bangga, ksatriya muda ini berdiri disana di tengah-tengah dengan roda keretanya ditangannya, terlihat seperti Sri Visnu. la berkata: "Bahkan sekarang belum terlambat. Aku memberimu kesempatan mendapatkan kembali kehormatanmu. Kemarilah dan bertarunglah denganku. Kemarilah satu-persatu. Aku akan bertarung dengan kalian. Kemarilah". Bahkan
saat berkata seperti ini, Abhimanyu mendekati Drona. la terlihat seperti Sri Visnu sendiri, dengan roda ditangannya. Rambutnya melambai ditiup angın. Wajahnya menyinarkan cahaya surgawi. la nampak begitu menakjubkan ketika ia berdiri disana, dengan senyuman di bibirnya, dengan roda yang terangkat. Bahkan sebelum ia bisa melemparkan roda itu pada Drona, keenam ksatriya itu menghancurkan roda itu menjadi berkeping-keping. Abhimanyu mengambil gada. Ia berkata sekali lagi: "Kemarilah satu-persatu; ya satu-persatu. Aku bisa bertarung dengan kalian semua jika engkau datang satu-persatu". Kata-katanya tidak didengarkan. Abhimanyu segera mendekati Asvatthama. Asvatthama takut melihat Abhimanyu yang maju ke depan seperti Dewa kematian. Ia segera menuju kereta Dussasana. Ia menghancurkan keretanya. Putra Dussasana melompat menuju Abhimanyu dengan gadanya yang terangkat. Keduanya terlibat dalam pertarungan untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Abhimanyu telah benar-benar lelah dengan pertarungan yang sangat
dahsyat hari itu. la tidak memikirkannya. la bertarung dengan sekuat tenaga. Masing-masing ingin membunuh lawannya. Ketika ia melihat Abhimanyu terjatuh, putra Dussasana segera mendekatinya. Abhimanyu sadar dari pingsannya. la akan segera bangkit. Kemudian putra Dussasana mengangkat
gadanya dan memukulkannya pada kepala Abhimanyu. Abhimanyu jatuh lagi, tidak mampu menahan kekuatan pukulan itu. la jatuh, tidak pernah bangkit lagi. Abhimanyu terbunuh. Abhimanyu dibunuh dengan cara yang licik oleh para ksatriya pemberani yang berada di sisi Kaurava. Enam ksatriya yang pemberani telah berani melakukan kejahatan yang sangat keji ini di medan perang yang suci Kuruksetra. Drona, pemimpin pasukan Kaurava telah terbukti sama berdosanya dan sama liciknya seperti raja, untuk siapa mereka bertarung. Putra Drona, Asvatthama, putra yang terlahir dengan berkah Sankara, juga merupakan bagian dari enam pembunuh anak itu.

Ini adalah sebuah kejahatan, kejahatan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Putra Arjuna yang tampan terbaring mati, dan orang-orang ini menari disekeliling mayat ksatriya ini seperti binatang, seperti binatang liar tanpa perasaan. Tidak. Seekor binatang mungkin akan lebih bersimpatik. Mereka adalah monster-monster. Abhimanyu dibunuh oleh enam ksatriya hebat yang berada pada pihak Kaurava.

Ia telah mengobrak-abrik pasukan Kaurava seperti ikan paus yang mengaduk lautan. Mereka melihatnya saat ia berbaring di medan perang, dengan wajahnya yang tampan seperti bulan di bukit bagian Timur, dengan mata
teratainya yang tertutup, dengan tubuhnya yang dipenuhi dengan panah-panah yang telah ditembakkan padanya. Ada kesenangan dalam hati mereka. Mereka berteriak dengan senang hati. Pihak lain menangis dan semua pasukan dipenuhi dengan suara tangisan peperangan: tangisan kemenangan. Tangisan ini membuat hati Yudhisthira dan Bhima takut. Mereka seketika itu juga tahu bahwa Abhimanyu telah terbunuh. Bayangan pemuda itu yang berdiri di keretanya, tersenyum pada mereka, membuat Yudhisthira tidak sadarkan diri. Mereka tidak siap dengan malapetaka ini. Dengan tidak adanya Arjuna dan Krishna, ketidakadilan telah terjadi, dan Pandava tidak tahu apa yang harus mereka katakan pada Arjuna ketika ia kembali dari pertempuran melawan Trigarta. Matahari telah terbenam. Kaurava telah kembali ke perkemahan mereka dengan senang hati atas kematian Abhimanyu, dan perkemahan Pandava tenggelam dalam kekecewaan yang paling
menyedihkan.

"Ditulis Ulang Oleh: Kamala Subramaniam"