Senin, 31 Agustus 2020

MAHABARATA DRONA PARWA BAB II

MAHABHARATA
DRONA PARVA BAB 2

MENANGKAP YUDHISTHIRA

Dua pasukan telah diatur. Pertarungan telah dimulai. Dibawah
kepemimpinan Drona, pasukan telah berperang dengan dahsyat. Mereka mampu melupakan Bhisma dalam semangat yang baru ini. Sahadeva berhadapan dengan
Sakuni dalam sebuah pertarungan satu lawan satu. Drona bertarung dengan orang yang akan menjadi kematian baginya: Dhrstadyumna. Vivimsati, saudara Duryodhana, mencoba, untuk sesaat, bertarung dengan Bhima, dan merasa bahwa itu semua tidak mungkin. Bhima telah membunuh kuda-kudanya dan ia menghancurkan keretanya hingga menjadi beberapa bagian. Vivimsati harus melarikan diri. Bhurisrava bertarung dengan Sikhandi. Ia dihujani dengan panah-panah Sikhandi. Tetapi ia melawannya dengan panah-panahnya juga. Ini adalah pemandangan yang menakjubkan. Prajurit yang tua itu dan pemuda itu tidak puas dengan pertarungan yang biasa. Mereka membuat sebuah sensasi dengan pertarungan mereka. Ghatotkaca dan Alambusa bertarung satu lawan satu. Sangat menakjubkan melihat keduanya. Keduanya ahli dalam menggunakan taktik maya dan mereka berdua menggunakannya sampai batas yang paling tinggi. Chekitana
bertarung dengan Avanti bersaudara Vinda dan Anuvinda.

Virata bertarung dengan Radheya terlebih dahulu. Semua pasukan berdiri dan melihat, dengan tegang, pertarungan pertama Radheya. Mereka kagum melihat keahliannya memegang busur, dan kecepatan tangannya. Abhimanyu beberapa kali bertarung. Ia sangat gagah. Tidak ada seorangpun yang mampu menahan panah-panahnya. Ia membuat medan perang bersinar dengan ketampanannya dan pesonanya. Ia juga sangat berbahaya. Sangat menakjubkan
melihatnya bertarung. Ia bertarung dengan Salya. Ia juga terlalu kuat untuk Salya. Dalam kemarahannya, Salya turun dari keretanya. Dengan tongkat yang terangkat, ia mendekati Arjuna muda. Bhima datang untuk membantu Abhimanyu. Ia menantang Salya dalam pertarungan satu lawan satu dengan menggunakan tongkat. Mereka terlihat seperti macan dan gajah yang saling menyerang. Mereka bisa mendekat dari dua sisi. Keduanya adalah prajurit yang
hebat dengan tongkatnya dan ini adalah sebuah pertarungan yang mengagumkan. Hanya Bhima yang memiliki kekuatan untuk menahan gada Salya. Semua ini adalah pemandangan yang indah. Bhima suatu ketika memukul gada Salya, lalu terlempar dari tangannya dan jatuh di tanah seperti sebuah obor. Mereka melanjutkan bertarung untuk waktu yang lama. Tetapi akhirnya Salya dikalahkan oleh Bhima. Krtavarma datang dan membawa Salya dengan keretanya.

Vrsasena, putra Radheya, telah maju ke medan perang hari ini. Ia seperti sebuah komet yang tiba-tiba muncul di langit menerangi langit dan bumi dengan kilauannya. Ia mengusir pasukan Pandava. Satanika, putra Nakula, bertarung
dengannya. Ia merasa sulit untuk menghadapinya sendiri. Putra-putra Draupadi yang lain datang untuk membantunya. Asvatthama datang untuk menolong Vrsasena. Medan perang hari itu nampak seperti akhir dari dunia ketika dua belas matahari bersinar bersamaan. Ksatriya-ksatriya saling bertarung dengan gagah berani, dan dengan kemampuan yang mengagumkan. Benar-benar sebuah pemandangan yang menakjubkan melihat para ksatriya itu. Tetapi pasukan Kaurava banyak yang gugur. Abhimanyu, Bhima, Satyaki, Dhrstadyumna dan Arjuna yang terus-menerus menghancurkan pasukan Kaurava.

Drona berpikir bahwa ia harus menjalankan tugasnya untuk menangkap Yudhisthira. la melihat Arjuna tidak berada di sisi kakaknya. Kereta Drona datang secepat angin menuju Pandava. Drona berkata pada kusirnya: "Disana, dikejauhan, terlihat payung putih Yudhisthira. Pasukan kita dihancurkan oleh Pandava. Aku akan segera mendekati Yudhisthira dan membawanya pergi. Sangat sulit bagiku membayangkan bertarung dengan muridku. Mereka semua adalah murid-muridku: Pandava bersaudara, Dhrstadyumna, Sikhandi dan Satyaki. Aku harus bertarung dengan mereka semua. Tetapi ini bukanlah saatnya untuk berkata seperti itu. Aku harus cepat sebelum Arjuna kembali”. Pasukan Pandava tidak berdaya melihat kemarahan Drona. Ia hanya melintas melewati mereka, menghujankan panah-panah dari semua sisi. Ia langsung menuju ke arah Yudhisthira. la sekarang menyerang Yudhisthira yang sangat terkejut. Yudhisthira bertarung dengan gagah berani tetapi ia tidak bisa bertahan dari serangan Drona. Drona memotong panahnya menjadi dua. Dhrstadyumna segera menuju ke tempat Yudhisthira dengan bantuan Yudhisthira. Ia menandingi kekuatan Drona seperti tanah dengan air. Pelindung kereta Yudhisthira dihalau oleh Drona. Drona melukai Sikhandi dan Uttamauja dengan panah-panahnya. Putra-putra Draupadi tidak berdaya menghadapi Drona. Satyaki datang, dan juga Virata. Mereka semua
dikalahkan oleh Drona yang agung. Dhrstadyumna menyadari keadaan ini. Ia bertarung dengan sekuat tenaga. Tetapi kekuatan yang bukan kekuatan manusia
nampaknya ada pada tangan-tangan Drona. Ia seperti Dewa kematian. Ia menakutkan. Tidak ada seorangpun yang bisa melakukan sesuatu untuk menahannya. la maju dengan cepat. Drona bertarung demi janjinya pada Duryodhana. Ia harus
menangkap Yudhisthira. Pasukan Pandava yang dipimpin oleh Dhrstadyumna bertarung demi kehidupan Rajanya. Mereka kalah. Orang-orang di sekitar mereka berkata: "Yudhisthira pasti akan menjadi tawanan Drona hari ini. Perang akan segera berhenti sekarang. Yudhisthira dan saudara-saudaranya akan kembali ke hutan. Duryodhana akan bahagia sekarang, dan juga ayahnya."

Terdengar kereta yang semakin dekat. Itu adalah kereta Arjuna. Krishna mengendarai kereta itu seperti ia tidak pernah mengendarai kereta itu sebelumnya. Mereka lebih cepat dari angin. Pada kedua sisi kereta, mayat-mayat prajurit Drona terlihat. Nampak seperti Arjuna sedang berenang menyeberangi sungai darah. Ia sekarang dengan cepat menuju ke kereta Drona. Medan perang menjadi gelap karena banyaknya panah-panah Arjuna. Ia mengalahkan pasukan Drona. Ia mengusir pemanah terhebat dari semua pemanah, Drona, dengan panah-panahnya. Ia sangat marah pada gurunya yang mampu melakukan hal yang licik itu untuk menyenangkan hati Duryodhana. la bisa memaafkan Drona karena bertarung demi Kaurava. Tetapi janjinya ini pada Duryodhana tidak bisa dimaafkan. Ia seharusnya tidak setuju dengan hal itu. Mereka semua ada disana ketika permainan dadu dimainkan empat belas tahun yang lalu. Bayangan ketakutan itu seharusnya tidak bisa hilang dari pikiran orang yang selalu melakukan kebenaran. Duryodhana telah merencanakan permainan dadu yang lain. Dan guru mereka setuju untuk membantunya melakukan rencananya ini. Saat itu, semua rasa hormat Arjuna pada gurunya telah hilang. Pikirannya sangat
terpukul dan sedih karena tingkah laku gurunya. Baru kemarin kakek telah kalah. Dan hari ini Duryodhana mempunyai niat jahat lainnya. Dengan mata yang penuh dengan kemarahan dan tangannya yang menghujankan panah-panah yang
terus-menerus pada Drona, Arjuna bertarung dengan gagah berani dengan gurunya. Drona tahu bahwa ia telah dikalahkan. Ia memiliki kesempatan dan ia mencoba untuk menggunakannya. Tetapi ia tidak cukup cepat. Arjuna datang untuk menyelamatkan Yudhisthira.

Matahari mulai tenggelam. Tidak ada seorangpun yang melihatnya. Kedua pasukan ditarik. Wajah Arjuna masih merah karena amarah dan merasa direndahkan. Kereta para ksatriya kembali ke perkemahan. Saat itu malam hari.
Hari kesebelas dari peperangan itu, hari pertama kepemimpinan Drona sudah berakhir. Hari itu adalah hari Pandava dan bukan hari bagi prestasi Drona. Arjuna telah menunjukkan dengan mudah pada gurunya.

"Ditulis Ulang Oleh: Kamala Subramaniam"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar