Kamis, 07 Juli 2011

PERAYAAN HARI RAYA GALUNGAN


Pura Jagadnatha, Denpasar, Bali

Liputan6.com, Denpasar: Umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Galungan, Rabu (6/7). Sembahyang perayaan Galungan antara lain dilakukan warga di Pura Agung Jagatnatha. Sejak pagi pura ini sudah ramai didatangi umat Hindu dari Kota Denpasar dan sekitarnya.

Di pura terbesar di Kota Denpasar ini, umat Hindu melakukan persembahyangan bersama keluarga memohon keselamatan lahir dan batin kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Selain bersembahyang mereka juga memohon tirta atau air suci Galungan.

Hari Raya Galungan dirayakan setiap 210 hari sekali. Galungan bermakna perayaan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan). Selama perayaan Hari Galungan hampir seluruh perkantoran, sekolah, dan pusat pertokoan di Denpasar tutup. Jalanan di seputar Denpasar yang biasanya ramai tampak lebih lengang.(IAN)

Pura Jagadnatha, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

Hari Raya Galungan yang jatuh pada hari Rabu (6/7) dirayakan semarak di Yogyakarta. Umat tak hanya merayakan perayaan Galungan saja tetapi juga melakukan upacara Piodalan.

Perayaan Galungan di Yogyakarta terpusat di Pura Jagat Natha Banguntopo yang terletak di daerah Banguntapan, Bantul. Upacara dipimpin oleh Romo Begawan Putra Manuaba mulai pukul 07.00 hingga 10.00 WIB. Seperti ritual Galungan yang ada di Bali, umat melakukan sembayang bersama dan membawa sesaji di pura tersebut. Dua hari sebelum perayaan Galungan pun, umat Hindu di Yogyakarta pun sudah melakukan berbagai persiapan.

Minggu, mereka melakukan upacara anyengkung jenana sudha atau pengendapan emosi. Esok harinya, ritual penyajan atau membuat jajanan untuk sesaji, sementara di hari Selasa umat mengadakan ritual penampahan atau pepemotongan korban sesaji sebagai simbol memotong sifat binatang dalam diri manusia.

“Karena hari Raya Galungan itu kita memperingati kemenangan darma (kebaikan) atas adarma (keburukan), maka proses persiapan menjadi penting dilakukan agar umat menyadari bahwa sangat penting untuk menyucikan diri, “ papar Budi Sanyoto, Ketua Penyungsung Jagat Nata.

Sementara itu, sekitar pukul 19.00 WIB, umat kembali berkumpul bersama di pura untuk melakukan upacara Piodalan. Upacara Piodalan ini dilakukan setiap enam bulan sekali atau bebarengan dengan Galungan, dan setahun sekali untuk merayakan hari berdirinya pura. Makna dari Piodalan, menurut Budi, adalah untuk mengucap syukur kepada Sang Hyang Widi, memohon kesucian, serta harmonisasi alam agar Indonesia terbebas dari bencana.

Prosesi dari Piodalan pun agak berbeda dengan Galungan. Untuk sembahyang wajib atau Tri Sandya yang diikuti panca sembah dilakukan baik saat prosesi Galungan ataupun Piodalan. Bedanya adalah sesaji yang didoakan saat Piodalan harus langsung dimakan oleh umat secara bersama-sama. Hal ini dimaksudkan agar setelah makan sesaji akan mendapat berkah dan kesucian dari Sang Hyang Widi. Pada perayaan Galungan, sesaji yang didoakan langsung dibawa pulang oleh setiap keluarga karena berasal dari kalangan sendiri.

Baik prosesi Galungan maupun Piodalan, umat Hindu di Yogyakarta tidak diwajibkan mengenakan pakaian khusus. Hanya saja, bagi perempuan yang sedang mendapat haid tidak diperkenankan mengikuti prosesi.

Kontingen Garuda Di Libanon

Seluruh umat Hindu Kontingen Garuda Indonesia yang bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian dunia di Lebanon, dengan khidmat melaksanakan rangkaian persembahyangan hari Raya Galungan di Markas Satgas POM TNI Konga XXV-A/UNIFIL, UN Posn 7-3, Marjayoun, Lebanon, Minggu (18/10). Persembahyangan hari Raya Galungan kali ini diikuti oleh 12 personel Hindu Kontingen Indonesia.

Menurut Dansatgas POM TNI, Letnan Kolonel Ujang Martenis, kegiatan dalam rangka perayaan hari Galungan bagi prajurit Umat Hindu Kontingen Indonesia yang dipusatkan di Markas Satgas POM TNI merupakan salah satu bentuk perhatian dan kesejahteraan moril dari pimpinan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam melaksanakan kegiatan agama bagi prajuritnya. Seluruh umat Hindu Kontingen Indonesia diberikan kesempatan untuk melaksanakan persembahyangan Galungan di Batalyon India (Indobatt), UN Posn 4-2, Ebel El Saki. Hal ini karena India merupakan asal mula ajaran Hindu di dunia. Umat Hindu Kontingen Indonesia juga telah diberikan kesempatan untuk melaksanakan Hari Raya Nyepi di Batalyon India. Hal ini semakin mempererat persahabatan antar kontingen UNIFIL yang melaksanakan tugas misi perdamain dunia di Lebanon”.

Sedangkan Mayor Ckm dr. Nyoman Linggih, Dokter Satgas POM TNI, salah satu umat Hindu Kontingen Indonesia menjelaskan bahwa Galungan adalah suatu upacara sakral agama Hindu yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari dharma (kebenaran) dan mana yang dari adharma (kejahatan) dalam diri manusia. Hal ini untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu menegakkan dharma dalam kehidupannya.

Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama Hindu dijelaskan bahwa pada saat Galungan kita harus mengarahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri kita. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu adalah wujud adharma. Namun makna sesungguhnya adalah hendaknya kita membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri kita. Dengan semangat galungan diharapkan iman dan taqwa umat Hindu makin mendekatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. (M. Soleh Pa Pen Satgas POM TNI Konga XXV-A/Dispenad)

Di Hamburg, Jerman

Hari Raya Galungan dan Kuningan yang menjadi hari raya wajib bagi umat Hindu di Indonesia, juga dirayakan oleh umat Hindu Bali yang berada di Hamburg, Jerman Utara. Meskipun jumlah masyarakat Bali di Hamburg yang relatif kecil di banding dengan masyarakat dari wilayah lain Indonesia, namun kuatnya pengembangan seni budaya Bali serta agama tidak menggentarkan semangat kaum Hindu Bali untuk menunaikan tugas agamanya di Pura Dangga Bhuwana pada suhu – 15 derajat Celsius dan ditengah hujan salju pada hari raya Galungan tersebut yang jatuh pada tanggal 8 Desember 2010.

Umat Hindu Bali di Hamburg dan sekitarnya memulai rangkaian perayaan hari raya Galungan dan Kuningan pada tanggal 8 Desember 2010 dan akan ditutup pada tanggal 18 Desember 2010 dengan perayaan Kuningan. Pura Dangga Bhuwana yang didirikan di halaman museum Völkerkunde Hamburg merupakan pura yang dibangun atas sumbangan salah satu warga Bali yang menetap di Hamburg.

Hari Raya Galungan diperingati atas terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma (baik) melawan adharma (jahat). Umat Hindu melakukan persembahan kehadapan Tuhan Yang Mahaesa (Sang Hyang Widhi) dengan segala manisfestasinya sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan selanjutnya.

Perayaan Galungan dan Kuningan oleh umat Hindu Bali tampak berlangsung khidmat dan sederhana, yang juga tampak semakin memperat hubungan sesama masyarakat Bali di Hamburg dan sekitarnya.

1 komentar: